Sebuah Paradigma dan Visi Pendidikan
masalah bangsa
Indonesia yang tak kunjung
berakhir, baik di bidang ekonomi maupun politik, di tambah dengan krisis moral
yang melanda generasi bangsa Indonesia ,
kemudian tingginya angka pengangguran yang mencapai 38 juta jiwa. tapi di sisi
lain tuntutan tak terelakkan berupa era globalisasi dan pasar bebas yang terus
maju, menuntut bangsa Indonesia
turut andil secara penuh di dalam percaturan pasar bebas dengan bangsa-bangsa
eropa agar tidak tertinggal oleh bangsa lain.
bangsa Indonesia
pun terus mencari setiap solusi dari setiap macula yang sedang dihadapi bangsa
ini. tetapi, pada satu masalah yaitu masalah pendidikan sebagai salah satu
kawah condro dimuko generasi-generasi baru bangsa dalam membangun Indonesia
di masa yang akan datang, kini hampir terlupakan. pemerintah masih cendrung
pada pencarian solusi masalah kekinian yang bersifat pragmatis belaka, yakni
masih pada permasalahan ekonomi dan politik. ini disebabkan karena kurangnya
bangsa Indonesia
berpikir ke depan untuk mempersiapkan generasi bangsa yang unggul yang akan
menggantikan generasi pada masa sekarang.
berbicara
tentang pendidikan, tidak cukup hanya berhenti sebatas pengajaran, yakni hanya
mentransformasikan pengetahuan yang bersifat kognitif belaka oleh guru kepada
murid. tetapi pendidikan harus mencakup seluruh unsur yang terkait dalam
pendidikan. seperti orang tua, lingkungan, termasuk guru, sebagai sumber
transformasi ilmu kepada murid. salah satu contoh adalah peran orang tua dalam
memberikan at-tarbiyah al-asasiyah (pendidikan dasar) yang membentuk karakter
pribadi seseorang, maka bentuk kita sekarang salah satunya adalah dipengaruh
oleh latarbelakang pendidikan dasar kita di rumah. pendidikan masa depan harus
bisa mengambil peran orang tua dalam mengikutsertakan terlaksananya visi dan
misi pendidikan. walaupun ada sebagian lembaga pendidikan yang menggantikan
peran orang tua dalam mendidik. tetapi tetap saja peran orang tua dalam
mendidik tak bisa diabaikan.
merubah
paradigma pendidikan dari teaching (pengajaran) menuju learning (pembelajaran).
yaitu bagaimana seorang guru meletakkan dirinya menjadi pembelajar bersama
dengan peserta didik, karena kebenaran tidak mutlak datang dari guru. dalam
artian model belajar yang terpusat pada guru harus ditinggalkan, diganti dengan
model belajar aktif dan mandiri yang berdasarkan prinsip-prinsip ilmu kognitif.
sehingga peserta didik terlibat penuh dan tumbuh rasa cinta secara alami kepada
pelajaran. dan ini sebagai salah satu ciri najahut-tadris. yaitu
hamlut-talamidz ‘ala badzlil majhud, sehingga siswa mau menuangkan seluruh
tenaganya dan pikirannya dalam pelajaran. dan itu sudah diberikan oleh beberapa
lembaga pendidikan, salah satunya adalah gontor, gontor memberikan teori
mengajar (survive training) sekaligus prakteknya kepada guru, bahkan terus
diadakan evaluasi proses belajar mengajar setiap minggu sebagai usaha untuk
meningkatkan proses pengajaran. guru disini harus terus mengadakan Improvement
bagi dirinya, sehingga ilmu yang ditransformasikan relevan dengan perkembangan
zaman. jika demikian akan terciptanya masyarakat belajar (learning society)
pada lembaga pendidikan tersebut.
pendidikan
harus menpunyai visi yang jelas, dibawa kemanakah peserta didik yang akan
menghadapi tuntutan era globalisasi. dimana-mana para pakar pendidikan terus
mengadakan diskusi maupun seminar untuk menbahas visi dan misi pendidikan yang
relevan dengan zaman sekarang. ada 4 visi pendidikan yang dicanagkan oleh badan
pendidikan dunia, UNESCO (united nation educational scientific and cultural
organization).
pertama,
learning how to think (belajar berpikir), tujuan visi pendidikan ini
berorientasi menciptakan peserta didik yang mampu berpikir logis dan rasional
sehingga mampu menyatakan pendapat dan bersikap kritis sekaligus memiliki
semangat membaca yang tinggi. karena di era abad 21 kini, sekolah masa depan
dituntut untuk dapat mengelola dua jenis kecerdasan. pertama, kecerdasan
linguistic, yang mencakup kepada kecakapan dalam berbicara dab bahasa. kedua,
kecerdasan logic mathematic, yang mencakup kemampuan yang mengarah kepada
problem solving. bahkan seperti yang dikemukakan oleh Daniel goleman, bahwa
satu jenis kecerdasan yang tertinggal, yang perlu dikembangkan oleh lembaga
pendidikan yaitu kecerdasan emosional. Daniel mengungkapkan bahwa kesuksesan
seseorang dipengaruhi oleh IQ (intelegence quotion).
kedua,
learning how to do (belajar berbuat). aspek yang kedua ini mengarah kepada
pembentukan peserta didik yang memiliki kemampuan memecahkan masalah
keseharian. dengan kata lain pendidikan diarahkan kepada how to solve the
problem. sehingga anak dapat hidup mandiri dan terampil.
ketiga,
learning how to live together (belajar hidup bersama). aspek pendidikan yang
ketiga berorientasi kepada kemampuan hidup di tengah masyarakat yang majemuk
dengan keanekaragaman bahasa, latar belakang dan ethnic. sehingga tertanamkan
nilai-nilai toleransi hidup bermasyarakat.
keempat,
learning how to be (belajar menjadi diri sendiri). visi yang terakhir ini
merupakan sangat penting bagi kehidupan bangsa kita yang sedang dilanda kisis
kepribadian. jika saat ini kebanyakan orang melihat seseorang dari segi what
you have, what you wear, what you eat. maka visi pendidikan yang keempat
bagaimana membuat peserta didik percaya diri, mendiri dan mampu berkembang bagi
masa depannya.
setelah
terbentuk visi dan misi pendidikan jelas, maka buah dari itu adalah terciptanya
masyarakat madani (civilize society) yang semenjak dahulu telah dicita-citakan.
yaitu masyarakat yang beradab dimana setiap anggota masyarakat bisa terus menjalankan aturan yang sudah
disepakati bersama.
perbedaan
antara masyarakat yang beradab dan masyarakat primitif, jika masyarakat yang
beradab tidak akan menjadikan pemenuhan hawa nafsu sebagai hal yang penting
dalam hidupnya. tetapi masyarakat primitif menjadikan hawa nafsu sebagai
sesuatu yang penting dan tujuanhidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar