Senin, 16 Juli 2012

Sebuah Paradigma dan Visi Pendidikan


Sebuah Paradigma dan Visi Pendidikan

masalah bangsa Indonesia yang tak kunjung berakhir, baik di bidang ekonomi maupun politik, di tambah dengan krisis moral yang melanda generasi bangsa Indonesia, kemudian tingginya angka pengangguran yang mencapai 38 juta jiwa. tapi di sisi lain tuntutan tak terelakkan berupa era globalisasi dan pasar bebas yang terus maju, menuntut bangsa Indonesia turut andil secara penuh di dalam percaturan pasar bebas dengan bangsa-bangsa eropa agar tidak tertinggal oleh bangsa lain.
bangsa Indonesia pun terus mencari setiap solusi dari setiap macula yang sedang dihadapi bangsa ini. tetapi, pada satu masalah yaitu masalah pendidikan sebagai salah satu kawah condro dimuko generasi-generasi baru bangsa dalam membangun Indonesia di masa yang akan datang, kini hampir terlupakan. pemerintah masih cendrung pada pencarian solusi masalah kekinian yang bersifat pragmatis belaka, yakni masih pada permasalahan ekonomi dan politik. ini disebabkan karena kurangnya bangsa Indonesia berpikir ke depan untuk mempersiapkan generasi bangsa yang unggul yang akan menggantikan generasi pada masa sekarang.
berbicara tentang pendidikan, tidak cukup hanya berhenti sebatas pengajaran, yakni hanya mentransformasikan pengetahuan yang bersifat kognitif belaka oleh guru kepada murid. tetapi pendidikan harus mencakup seluruh unsur yang terkait dalam pendidikan. seperti orang tua, lingkungan, termasuk guru, sebagai sumber transformasi ilmu kepada murid. salah satu contoh adalah peran orang tua dalam memberikan at-tarbiyah al-asasiyah (pendidikan dasar) yang membentuk karakter pribadi seseorang, maka bentuk kita sekarang salah satunya adalah dipengaruh oleh latarbelakang pendidikan dasar kita di rumah. pendidikan masa depan harus bisa mengambil peran orang tua dalam mengikutsertakan terlaksananya visi dan misi pendidikan. walaupun ada sebagian lembaga pendidikan yang menggantikan peran orang tua dalam mendidik. tetapi tetap saja peran orang tua dalam mendidik tak bisa diabaikan.
merubah paradigma pendidikan dari teaching (pengajaran) menuju learning (pembelajaran). yaitu bagaimana seorang guru meletakkan dirinya menjadi pembelajar bersama dengan peserta didik, karena kebenaran tidak mutlak datang dari guru. dalam artian model belajar yang terpusat pada guru harus ditinggalkan, diganti dengan model belajar aktif dan mandiri yang berdasarkan prinsip-prinsip ilmu kognitif. sehingga peserta didik terlibat penuh dan tumbuh rasa cinta secara alami kepada pelajaran. dan ini sebagai salah satu ciri najahut-tadris. yaitu hamlut-talamidz ‘ala badzlil majhud, sehingga siswa mau menuangkan seluruh tenaganya dan pikirannya dalam pelajaran. dan itu sudah diberikan oleh beberapa lembaga pendidikan, salah satunya adalah gontor, gontor memberikan teori mengajar (survive training) sekaligus prakteknya kepada guru, bahkan terus diadakan evaluasi proses belajar mengajar setiap minggu sebagai usaha untuk meningkatkan proses pengajaran. guru disini harus terus mengadakan Improvement bagi dirinya, sehingga ilmu yang ditransformasikan relevan dengan perkembangan zaman. jika demikian akan terciptanya masyarakat belajar (learning society) pada lembaga pendidikan tersebut.
pendidikan harus menpunyai visi yang jelas, dibawa kemanakah peserta didik yang akan menghadapi tuntutan era globalisasi. dimana-mana para pakar pendidikan terus mengadakan diskusi maupun seminar untuk menbahas visi dan misi pendidikan yang relevan dengan zaman sekarang. ada 4 visi pendidikan yang dicanagkan oleh badan pendidikan dunia, UNESCO (united nation educational scientific and cultural organization).
pertama, learning how to think (belajar berpikir), tujuan visi pendidikan ini berorientasi menciptakan peserta didik yang mampu berpikir logis dan rasional sehingga mampu menyatakan pendapat dan bersikap kritis sekaligus memiliki semangat membaca yang tinggi. karena di era abad 21 kini, sekolah masa depan dituntut untuk dapat mengelola dua jenis kecerdasan. pertama, kecerdasan linguistic, yang mencakup kepada kecakapan dalam berbicara dab bahasa. kedua, kecerdasan logic mathematic, yang mencakup kemampuan yang mengarah kepada problem solving. bahkan seperti yang dikemukakan oleh Daniel goleman, bahwa satu jenis kecerdasan yang tertinggal, yang perlu dikembangkan oleh lembaga pendidikan yaitu kecerdasan emosional. Daniel mengungkapkan bahwa kesuksesan seseorang dipengaruhi oleh IQ (intelegence quotion).
kedua, learning how to do (belajar berbuat). aspek yang kedua ini mengarah kepada pembentukan peserta didik yang memiliki kemampuan memecahkan masalah keseharian. dengan kata lain pendidikan diarahkan kepada how to solve the problem. sehingga anak dapat hidup mandiri dan terampil.
ketiga, learning how to live together (belajar hidup bersama). aspek pendidikan yang ketiga berorientasi kepada kemampuan hidup di tengah masyarakat yang majemuk dengan keanekaragaman bahasa, latar belakang dan ethnic. sehingga tertanamkan nilai-nilai toleransi hidup bermasyarakat.
keempat, learning how to be (belajar menjadi diri sendiri). visi yang terakhir ini merupakan sangat penting bagi kehidupan bangsa kita yang sedang dilanda kisis kepribadian. jika saat ini kebanyakan orang melihat seseorang dari segi what you have, what you wear, what you eat. maka visi pendidikan yang keempat bagaimana membuat peserta didik percaya diri, mendiri dan mampu berkembang bagi masa depannya.
setelah terbentuk visi dan misi pendidikan jelas, maka buah dari itu adalah terciptanya masyarakat madani (civilize society) yang semenjak dahulu telah dicita-citakan. yaitu masyarakat yang beradab dimana setiap anggota masyarakat  bisa terus menjalankan aturan yang sudah disepakati bersama.
perbedaan antara masyarakat yang beradab dan masyarakat primitif, jika masyarakat yang beradab tidak akan menjadikan pemenuhan hawa nafsu sebagai hal yang penting dalam hidupnya. tetapi masyarakat primitif menjadikan hawa nafsu sebagai sesuatu yang penting dan tujuanhidupnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar