Senin, 16 Juli 2012

JIHAD DAN NIAT SEBAGAI ESENSI HIJRAH


JIHAD DAN NIAT SEBAGAI ESENSI HIJRAH
By: Aidillah Suja, S.Pd.I


             Selama Rosulullah berdakwah 11 tahun di Mekkah, ternyata kurang diterima oleh rakyat Mekkah, bahkan mendapat perlawanan dari kaum kafir Quraish yang menghambat dakwahnya, akhirnya Rosulullah memerintahkan para sahabat untuk melakukan hijrah ke tempat lain. Sedangkan hijrahnya Rosulullah itu sendiri ada empat kali, pertama ke habasyah, ke Ethiopia, ke Thaif, dan yang terakhir ke madinah. Hijrahnya Rosulullah yang terakhir inilah yang dijadikan sebagai permulaan tanggal dan tahun baru Hijriyah oleh Khalifah Umar bin Khattab RA.
             Pada hijrah yang terakhir ini para ulama berpendapat bahwa Rosulullah melakukan hijrah bukan sebagai pelarian dari kejaran kaum kafir, tapi merupakan strategi dakwah Rosulullah untuk membentuk kekuatan baru yang lebih besar di Madinah. Pada saat itu Rosulullah melakukan politik mundur selangkah tapi maju tiga langkah. Terbukti ketika Rosulullah kembali ke Mekkah, Rosulullah membawa kekuatan kaum muslimin yang sangat besar.
             Sebelum datangnya Rosulullah ke Madinah, di Madinah sudah terbentuk kekuatan islam. Kekuatan tersebut dari orang-orang yang membai’atkan diri kepada Rosulullah, yaitu pada Bai’atul Aqobah yang dilakukan sebanyak dua kali. Pada Bai’atul Aqobah yang pertama beberapa orang datang kepada Rosulullah membai’at dirinya, kemudian pulang dengan menyebarkan dakwah Islam. Pada bai’at kedua beberapa orang lebih banyak lagi dari yang pertama, datang membai’atkan diri untuk setia kepada Rosulullah, kemuian mereka kembali menybarkan dakwahnya. Pada saat itulah ummat Islam di Madinah mulai berkembang dengan pesat.
             Di saat Rosulullah merasa kekuatan di Madinah menjadi lebih besar, Rosulullah berhijrah ke Madinah untuk menyusun kekuatan baru. Dengan jumlah yang besar ummat Islam di Madinah, Rosulullah datang di Madinah sudah disambut dengan senang hati oleh kaum Anshar dengan tembang “ thala ‘al badru ‘alaina…”.
             Hijrah secara bahasa berarti perpindahan. Sedangkan secara maknawi, hijrah adalah pindahnya Rosulullah dari Mekkah menuju Madinah untuk menyusun kekuatan lebih besar.
             Secara lebih lanjut, setelah terjadinya hijrah ke Madinah, Rosulullah mengatakan ketika Fathul Mekkah. “laa hijrota ba’da-l fathi innama jihadaau-n wa niyyah”. Hadist ini menerangkan bahwa tidak ada hijrah lagi setalah terjadinya Fathul Makkah, yang ada hanyalah jihad dan niat. Inilah yang dimaksud dengan ruh hijrah yang sebenarnya. Mengapa Rosulullah sampai mau meninggalkan tempatnya dan para sahabatnya untuk berhijrah?. Hal ini dilakukan karena ia tahu ruh hijrah yang sebenarnya yaitu jihad kemudian niat.
             Rosulullah bersabda innama-l a’malu bi-nniyah wa innama likulli-m ri-in maa nawaa, waman kaanat hijratuhu ilaLlahi wa rosuliHi, fahijratuhu ilaLlahi wa rosuliHi, waman kaanat hijratuhu li-dunyahu au yushibuhaa, au imra-atin tankihuhaa fahijratuhu ilaihi.[1] Dari hadits di atas dapat di simpulkan bahwa asensi dari hijrah itu adalah jihad dan niat. Akan kemanakah niat jihad kita arahkan, kepada allah dan rasulnya, untuk dunia, atau untuk seseorang yang akan dinikahi. Semuanya itu akan sampai kepada niatnya masing-masing.
             Beberapa tahun yang lalu umat islam telah memperingati tahun baru hijriyah. Tapi hikmah apa yang dapat diambil dari peristiwa hijrahnya rasulullah dengan memperingati tahun baru hijriyaah tersebut? Diantara yang dapat diambil hikmahnya dari peristiwa hijrah, seperti yang sudah diterangkan diatas yaitu jihad dan niat rasulullah meninggalkan hawa nafsunya, kemudian jihad melawan perlawanan kaum kafir pada saat itu.
             Dua hal antara jihad dan niat merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karna antara jihad dengan niat saling menguatkan satu sama lain. Jika jihad tanpa disertai dengan niat li I’lai kalimatillah akan sia-sia. Dan niat tanpa disertai jihad di jalan allah akan sia-sia pula.


             Beberapa contoh jihad yang tidak di landaskan dengan niat tulus. Sebagian orang mengatakan bahwa darinya melakukan jihad dari tulisan, jihad lewat omongan atau yang lain sebagainya. Namun apakah benar niatnya li I’lai kalimatillah, atau bahkan sebaliknya. Bahkan mungkin perbuatannya malah jauh dari nilai-nilai jihad itu sendiri, sehingga di anggap sebagai perbuatan yang sia-sia belaka oleh allah SWT.
             Hal ini digambarkan dalam surat al-kahfi yang artinya sebagai berikut:
             “yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka mereka berbuat sebaik-baiknya.[2]
             Artinya mereka mengangap bahwa perbuatanya sebagai kebaikan dan merupakan jihad di jalan Allah, namun ternyata malah menyesatkan ummat Islam itu sendiri. Contoh ada beberapa kelompok islam di Indonesia ini yang kelihatan Islam, menganggap semua yang dilakukannya sebagai jihad di jalan Allah, namun ternyata malah menghancurkan dengan memecahbelah ummat Islam dari dalam. Dan sekali lagi Allah hanya menganggapnya sebagai perbuatan yang sia-sia.
             Selain daripada jihad dan niat yang dapat kita ambil hikmahnya adalah keberanian seorang muslim untuk menunggalkan kampong halaman untuk memproleh tujuan yang besar untuk memprejuangkan agama Allah dengan bentuk apapun perjuangan itu, baik itu mencari ilmu, mengajar, atau yang lain sebagainya.
             Kemudian melalui peringatan hijriyah ini ummat Islam perlu mengadakan intropeksi diri (muhasabah), apa kekurangan-kekurangan pada tahun kemarin yang harus ditambal, apa kelebihan yang harus dipertahankan. Karena ibarat seperti dalam pembukuan, setiap tutup buku, kemudian membuka lembaran baru, maka seseorang akan berharap menjadi lebih baik dengan mengetahui kekurangan dan kelebihan yang telah lalu, jika demikian dalam pembukuan apa lagi sebagai seorang muslim.


             Maka semua berharap tahun mendatang lebih baik dari tahun kemarin. Walaupun terkadang tidak tahu apakah perbuatan itu baik atau benar, tapi semuanya sudah jelas antara yang halal dan yang haram. dan untuk para pelajar yang sedang mencari ilmu yang harus dilakukan adalah tajididu-niyyah (pembaharuan niat), untuk apa ia belajar matematika, bahasa inggris, ekonomi,dan lain-lain. Apakah itu betul-betul di jalan Allah, atau hanya agar dilihat untuk mencari popularitas.   























 


[1] Bukhori-Muslim
[2] al-kahfi: 104

Tidak ada komentar:

Posting Komentar