BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan yang bermutu memiliki kaitan
kedepan dan kaitan kebelakang. Kaitan kedepan berupa bahwa pendidikan yang
bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju,
modern dan sejahtera. Sejarah perkembangan dan pembangunan bangsa-bangsa
mengajarkan pada kita bahwa bangsa yang maju, modern, makmur, dan sejahtera
adalah bangsa-bangsa yang memiliki sistem dan praktik pendidikan yang bermutu.
Kaitan kebelakang berupa bahwa pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada
keberadaan guru yang bermutu, yakni guru yang profesional, sejahtera dan
bermartabat.
Karena keberadaan guru yang bermutu
merupakan syarat mutlak hadirnya sistem dan praktik pendidikan yang
berkualitas, hampir semua bangsa di dunia ini selalu mengembangkan kebijakan
yang mendorong keberadaan guru yang berkualitas. Salah satu kebijakan yang
dikembangkan oleh pemerintah di banyak negara adalah kebijakan intervensi
langsung menuju peningkatan mutu dan memberikan jaminan dan kesejahteraan hidup
guru yang memadai.[1]
Beberapa negara yang mengembangkan
kebijakan ini bisa disebut antara lain Singapore, Korea Selatan, Jepang, dan
Amerika Serikat. Negara-negara tersebut berupaya meningkatkan mutu guru dengan
mengembangkan kebijakan yang langsung mempengaruhi mutu dengan melaksanakan
sertifikasi guru. Guru yang sudah ada harus mengikuti uji kompetensi untuk
mendapatkan sertifikat profesi guru.[2]
BAB II
ISI
A. Undang-Undang Guru Dan Dosen
Indonesia pada tahun 2005 telah memiliki
Undang-Undang Guru dan Dosen, yang merupakan kebijakan untuk intervensi
langsung meningkatkan kualitas kompetensi guru lewat kebijakan keharusan guru
memiliki kualifikasi Strata 1 atau D4, dan memiliki sertifikat profesi. Dengan
sertifikat profesi ini pula guru berhak mendapatkan tunjangan profesi sebesar 1
bulan gaji pokok guru. Di samping UUGD juga menetapkan berbagai tunjangan yang
berhak diterima guru sebagai upaya peningkatan kesejahteraan finansial guru.
Kebijakan dalam UUGD ini pada intinya adalah meningkatkan kualitas kompetensi
guru seiring dengan peningkatkan kesejahteraan mereka.[3]
Sudah barang tentu, setelah cukup lama
melakukan sosialisasi UUGD ini, patut mulai dipertanyakan apakah sertifikasi
akan secara otomatis meningkatkan kualitas kompetensi guru, dan kemudian akan
meningkatkan mutu pendidikan? Adakah jaminan bahwa dengan memiliki sertifikasi,
guru akan lebih bermutu ?
B. Sertifikasi Profesi Guru[4]
Undang-undang Guru dan Dosen merupakan
suatu ketetapan politik bahwa pendidik adalah pekerja profesional, yang berhak
mendapatkan hak-hak sekaligus kewajiban profesional. Dengan itu diharapkan,
pendidik dapat mengabdikan secara total pada profesinya dan dapat hidup layak
dari profesi tersebut.
Dalam
UUGD ditentukan bahwa seorang :
1. Pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran.
2. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan
tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (D-IV) yang sesuai
dengan tugasnya sebagai guru untuk guru dan S-2 untuk dosen.
3. Kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi
sosial.
Pertama, kompetensi pedagogik. Adalah kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
Kedua, kompetensi kepribadian. Adalah kepribadian pendidik yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak
mulia.
Ketiga,
kompetensi sosial. Adalah kemampuan pendidik berkomunikasi dan berinteraksi
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali
peserta didik, dan masyarakat.
Keempat, kompetensi profesional. Adalah kemampuan pendidik
dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkannya membimbing peserta didik memperoleh kompetensi yang ditetapkan.
Untuk dapat menetapkan bahwa seorang
pendidik sudah memenuhi standard profesional maka pendidik yang bersangkutan
harus mengikuti uji sertifikasi.
Ada dua macam pelaksanaan uji sertifikasi :
§
Sebagai bagian dari pendidikan profesi,
bagi mereka calon pendidik, dan
§
Berdiri sendiri untuk mereka yang saat
diundangkannya UUGD sudah berstatus pendidik.
Sertifikasi pendidik atau guru dalam
jabatan akan dilaksanakan dalam bentuk penilaian portofolio. Penilaian
portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk
kumpulan dokumen yang mendeskripsikan :
1) kualifikasi akademik;
2) pendidikan dan pelatihan;
3) pengalaman mengajar;
4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran;
5) penilaian dari atasan dan pengawas;
6) prestasi akademik;
7) karya pengembangan profesi;
8) keikutsertaan dalam forum ilmiah;
9) pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan
sosial; dan
10) penghargaan
yang relevan dengan bidang pendidikan.
Guru yang memenuhi penilaian portofolio
dinyatakan lulus dan mendapat sertifikat pendidik. Sedangkan guru yang tidak
lulus penilaian portofolio dapat :
v melakukan kegiatan-kegiatan untuk melengkapi portofolio
agar mencapai nilai lulus, atau
v mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru yang
diakhiri dengan evaluasi/penilaian sesuai persyaratan yang ditentukan oleh
perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi.
Guru yang lulus pendidikan dan pelatihan
profesi guru mendapat sertifikat pendidik. Apa yang harus dilakukan? Menyimak
dari pengalaman pelaksanaan sertifikasi di berbagai negara, maka akan muncul
pertanyaan. "Bagaimana agar sertifikasi bisa meningkatkan kualitas
kompetensi guru?" Dan apabila gagal, "mengapa sertifikasi gagal
meningkatkan kualitas guru?"
Sertifikasi merupakan sarana atau instrumen
untuk meningkatkan kualitas kompetensi guru. Sertifikasi bukan tujuan,
melainkan sarana untuk mencapai suatu tujuan, yakni keberadaan guru yang
berkualitas. Kegagalan dalam mencapai tujuan ini, terutama dikarenakan menjadikan
sertifikasi sebagai tujuan itu sendiri.
Bagi bangsa dan pemerintah Indonesia harus
senantiasa mewaspadai kecenderungan ini, bahwa jangan sampai sertifikasi
menjadi tujuan. Oleh karenanya, semenjak awal harus ditekankan khususnya di
kalangan pendidik, guru, dan dosen, bahwa tujuan utama adalah kualitas,
sedangkan kualifikasi dan sertifikasi merupakan sarana untuk mencapai kualitas
tersebut.
C. Jaminan Mutu
Adakah jaminan bahwa sertifikasi akan
meningkatkan kualitas kompetensi guru? Ada beberapa hal yang perlu untuk dikaji
secara mendalam untuk memberikan jaminan bahwa sertifikasi akan meningkatkan
kualitas kompetensi guru.
Pertama dan sekaligus yang utama, sertifikasi merupakan sarana
atau instrumen untuk mencapai suatu tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Seperti
yang telah dikemukakan di atas, perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua pihak
bahwa sertifikasi adalah sarana untuk menuju kualitas. Sertikasi bukan tujuan
itu sendiri. Kesadaran dan pemahaman ini akan melahirkan aktivitas yang benar,
bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk mencapai kualitas. Kalau seorang guru
kembali masuk kampus untuk kualifikasi, maka belajar kembali ini untuk
mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, sehingga mendapatkan
ijazah S-1.[5]
Ijazah S-1 bukan tujuan yang harus dicapai
dengan segala cara, termasuk cara yang tidak benar melainkan konsekuensi dari
telah belajar dan telah mendapatkan tambahan ilmu dan ketrampilan baru.
Demikian pula kalau guru mengikuti uji sertifikasi, tujuan utama bukan untuk
mendapatkan tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang
bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam standard
kemampuan guru.
Tunjangan profesi adalah konsekuensi logis
yang menyertai adanya kemampuan yang dimaksud. Dengan menyadari hal ini maka
guru tidak akan mencari jalan lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali
mempersiapkan diri dengan belajar yang benar untuk menghadapi uji sertifikasi.
Kedua, konsistensi dan ketegaran pemerintah. Sebagai suatu kebijakan yang
merentuhan dengan berbagai kelompok masyarakat akan mendapatkan berbagai
tantangan dan tuntutan. Paling tidak tuntutan dan tantangan akan muncul dari 3
sumber. Sumber pertama adalah dalam penentuan lembaga yang berhak melaksanakan
uji sertifikasi. Berbagai lembaga penyelenggara pendidikan tinggi, khususnya
dari pihak Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Swasta akan menuntut untuk
diberi hak menyelenggarakan dan melaksanakan uji sertifikasi.
Demikian juga, akan muncul tuntutan dari
berbagai LPTK negeri khususnya di daerah luar jawa akan menuntut dengan alasan
demi keseimbangan geografis. Tuntutan ini akan mempengaruhi penentuan yang
mendasarkan pada objektivitas kemampuan suatu perguruan tinggi. Ketegaran dan
konsistensi pemerintah juga diperlukan untuk menghadapi tuntutan dan sekaligus
tantangan bagi pelaksana Undang-Undang yang muncul dari kalangan guru sendiri.
Mereka yang sudah senior atau mereka para
guru yang masih jauh dari pensyaratan akan menentang dan menuntut berbagai
kemudahan agar bisa memperoleh sertifikat profesi tersebut.
Ketiga, tegas dan tegakkan hukum. Dalam pelaksanaan
sertifikasi, akan muncul berbagai penyimpangan dari aturan main yang sudah ada.
Adanya penyimpangan ini tidak lepas dari adanya upaya berbagai fihak, khususnya
guru untuk mendapatkan sertifikat profesi dengan jalan pintas.
Penyimpangan yang muncul dan harus
diwaspadai adalah pelaksanaan sertifikasi yang tidak benar. Oleh karenanya,
begitu ada gejala penyimpangan, pemerintah harus segera mengambil tindakan
tegas. Seperti mencabut hak melaksanakan sertifikasi dari lembaga yang
dimaksud, atau menetapkan seseorang tidak boleh menjadi penguji sertifikasi,
dan lain sebagainya.
Keempat, laksanakan UU secara konsekuen. Tuntutan dan tantangan
juga akan muncul dari berbagai daerah yang secara geografis memiliki tingkat
pendidikan yang relatif tertinggal. Kalau UUGD dilaksanakan maka sebagian besar
dari pendidik di daerah ini tidak akan lolos sertifikasi.
Pemerintah harus konsekuen bahwa
sertifikasi merupakan standard nasional yang harus dipatuhi. Toleransi bisa
diberikan dalam pengertian waktu transisi. Misalnya, untuk Jawa Tengah transisi
5 tahun, tetapi untuk daerah yang terpencil transisi 10 tahun. Tetapi standard
tidak mengenal toleransi.
Kelima pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyediakan anggaran yang memadai,
baik untuk pelaksanaan sertifikasi maupun untuk pemberian tunjangan profesi.
D. Pembinaan Pasca Sertifikasi
Pembinaan guru harus berlangsung secara
berkesinambungan, karena prinsip mendasar adalah guru harus merupakan a
learning person, belajar sepanjang hayat masih dikandung badan. Sebagai
guru profesional dan telah menyandang sertifikat pendidik, guru berkewajiban
untuk terus mempertahankan prosionalitasnya sebagai guru.
Pembinaan profesi guru secara terus menerus
(continuous profesional development) menggunakan wadah guru yang sudah
ada, yaitu kelompok kerja guru (KKG) untuk tingkat SD dan musyawarah guru mata
pelajaran (MGMP) untuk tingkat sekolah menengah. Aktifitas guru di KKG/MGMP
tidak saja untuk menyelesaikan persoalan pengajaran yang dialami guru dan
berbagi pengalaman mengajar antar guru, tetapi dengan strategi mengembangkan
kontak akademik dan melakukan refleksi diri.[6]
Desain jejaring kerja (networking)
peningkatan profesionalitas guru berkelanjutan melibatkan instansi Pusat, Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK), Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Dinas Pendidikan Propinsi/Kabupaten/Kota
serta Perguruan Tinggi setempat.[7]
P4TK yang berbasis mata pelajaran membentuk
Tim Pengembang Materi Pembelajaran, bekerjasama dengan Perguruan Tinggi
bertugas :[8]
v
menelaah dan mengembangkan materi untuk
kegiatan KKG dan MGMP
v
mengembangkan model-model pembelajaran
v
mengembangkan modul untuk pelatihan
instruktur dan guru inti
v
memberikan pembekalan kepada instruktur
pada LPMP
v
mendesain pola dan mekanisme kerja
instruktur dan guru inti dalam kegiatan KKG dan MGMP.
LPMP bersama dengan Dinas Pendidikan
Propinsi melakukan seleksi guru utk menjadi Instruktur Mata Pelajaran Tingkat
Propinsi per mata pelajaran dengan tugas :[9]
·
menjadi narasumber dan fasilitator pada
kegiatan KKG dan MGMP
·
mengembangkan inovasi pembelajaran untuk
KKG dan MGMP
·
menjamin keterlaksanaan kegiatan KKG dan
MGMP
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota melakukan
seleksi Instruktur Mata Pelajaran Tingkat Kab/Kota dan membentuk Guru Inti per
mata pelajaran dengan tugas :[10]
·
motivator bagi guru untuk aktif dalam KKG
dan MGMP
·
menjadi fasilitator pada kegiatan KKG dan
MGMP
·
mengembangkan inovasi pembelajaran
·
menjadi narasumber pada kegiatan KKG dan
MGMP
KKG dan MGMP sebagai wadah pengembangan
profesi guru melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi profesi guru.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Upaya yang sungguh-sungguh perlu
dilaksanakan untuk mewujudkan guru yang profesional: sejahtera dan memiliki
kompetensi. Hal ini merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan
praktik pendidikan yang berkualitas, di mana pendidikan yang berkualitas
merupakan salah satu syarat utama untuk mewujudkan kemakmuran dan kemajuan
suatu bangsa.
Undang-Undang Guru dan Dosen telah hadir
sebagai suatu kebijakan untuk mewujudkan guru profesional. UUGD yang menetapkan
kualifikasi dan sertifikasi akan menentukan kualitas dan kompetensi guru. Namun
demikian, pelaksanaan sertifikasi akan menghadapi berbagai kendala. Di samping
persoalan biaya, berbagai tantangan dan tuntutan juga akan muncul. Bagaimana
cara pemerintah menghadapi tantangan dan tuntutan ini, akan menentukan apakah
sertifikasi akan berhasil meningkatkan kualitas kompetensi guru.
B. Saran
Semoga
dengan makalah ini dapat memberi pengetahuan terhadap kita semua berkenaan
dengan sertifikasi guru, tujuannya, dan peningkatan mutu pendidikan olehnya.
Sehingga pendidikan di Indonesia dapat berbicara banyak terhadap masa depan
rakyat dan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan
Nasional (2006) Undang-undang Republik Indonesia, No. 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen.
Google, Fasli Jalal, Sertfikasi Guru untuk
Mewujudkan Pendidikan yang Bermutu?, 2007
Majalah Komunitas “Sertifikasi Guru Untuk
Mewujudkan Pendidikan yang Bermutu”.
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim.
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya kepada kita semua
sehingga dalam kesempatan ini penulis telah dapat meyelesaikan tugas makalah
pada mata kuliah ETIKA DAN PROFESI KEGURUAN dengan judul SERTIFIKASI GURU UNTUK
MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERMUTU.
Shalawat
beriring salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi besar
Muhammad SAW. Semogadi hari kemudian kelak nanti kita mendaparkan syafa’atnya.
Amien…
Terima
kasih penulis ucapkan kepada dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan
arahan dan pandangan, sehingga penulis lebih terarah dalam pembuatan makalah
ini.
Semoga
tulisan yang singkat ini dapat di terima dan dapat bermanfaat bagi kita
semuanya, hususnya bag penulis sendiri. Penulis manyadari bahwa makalah yang
telah dibuat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis berharap
kepada para pembaca untuk tidak segan-segan menyampaikan kritik maupun saran
demi kesempurnaan makalah ini.
Pekanbaru, Maret 2010
Penulis
|
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ............................................... ……………………………… i
DAFTAR ISI ............................................................... ………………………………
ii
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang ................................................. ………………………………. 1
BAB II ISI
A.
Undang-Undang Guru Dan Dosen.............…………..……........................2
B.
Sertifikasi Profesi Guru …………...……....................................................2
C.
Jaminan Mutu……………………………………………………………...5
D.
Pembinaan Pasca Sertifikasi………………………………………………7
BAB IV PENUTUP
- Kesimpulan..................................................................................................9
- Saran.............................................................................................................9
DAFTAR PUSAKA..............................................................................................10
|
Tugas Terstruktur
Etika dan Profesi Keguruan
SERTIFIKASI GURU
UNTUK MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERMUTU
Dosen Pengampu
Hj. Ilmiati, M.Ag
Oleh:
Aidillah Suja
Ginanjar Pratama
Mudalis
Raeda Tami
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar