Selasa, 31 Januari 2012

HADIST TARBAWI


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
            Pada zaman sekarang ini banyak pemuda dan pemudi yang belum mengetahui tentang ilmu-ilmu agama sehingga mereka menghabiskan masa mudanya dengan berpoya-poya dan bersenang-senang tanpa memikarkan begitu pentingnya ilmu yang mana dengan ilmu ini kita dapat membedakan yang mana yang hak dan yang bathil.
            Maka dari itu kami sebagai pemakalah mengangkat tema yang berkenaan dengan hadist-hadist tentang kewajiban menuntut ilmu dan mengamalkannya, dengan harapan setelah membaca pembahasaan ini hati kita semakin kokoh untuk mencari dan menggali ilmu-ilmu pengetahuan terutama yang berhubungan dengan ibadah dan agama.

B. Tujuan
            Memberikan kesadaran kepada pembaca terhadap pentingnya ilmu dan pentingnya mengamalkan ilmu. Sehingga dapat merubah keadaan ummat menjadi lebih baik lagi. Amin Allahumma Amin… 











BAB II
ISI
HADIST-HADIST TENTANG
KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU DAN MENGAJARKANNYA



A. Hadist-hadist Tentang Kewajiban Menuntut Ilmu
          قال رسول الله صلّي الله عليه وسلّم: طلب العلم فريضة علي كلّ مسلم ومسلمة, اعلم بأنّه لايفترض علي كلّ مسلم ومسلمة طلب كلّ علم بل يفترض عليه طلب علم الحال كمايقال أفضل العلم علم الحال وأفضل العمل حفظ الحال.
            Rasulullah saw bersabda: “mencari ilmu itu diwajibkan bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan (misalnya mempelajari ilmu tentang keesaan Allah swt beserta sifat-sifatNya, ilmu tentang shalat, thaharah : yakni ilmu ibadah) ketahuilah sesungguhnya orang Islam tidak wajib mengetahui ilmu secara wajib ain. Akan tetapi yang diwajibkan bagi orang Islam adalah mencari ilmu yang berhubungan dengan keperluan dalam kehidupan (misalnya: iman, shalat, zakat, dll). Sebagaimana telah dikatakan oleh sebagian ulama: “seutama-utama ilmu adalah ilmu keadaan dan seutama-utama amal adalah menjaga daripada keadaan, jangan sampai tersia-siakan, apalagi sampai rusak.”[1]

          وعن أبي هريرة رضي الله عنه, أنّ رسوالله صلّي الله عليه وسلّم قال: ومن سلك طريقا يلتمس فيه علما, سهّل الله له طريقا إلي الجمّنة. (رواه مسلم)
            Dari abu Hurairata RA, bahwasannya Rasulullah saw bersabda, “barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah memudahkan baginya jalan munuju ke surga.”[2]
            وعن أبي الدرداء رضي الله عنه, قال: سمعت رسول الله صلّي الله عليه وسلّم يقول: من سلك طريقا يبتعي فيه علما سهّل الله له طريقا إلي الجنة, وإن الملا ئكة لتضع أجنتها لطالب العلم رضالما يصنع, وإن العالم ليستعفر له من في السموات ومن في الأرض حتّي الحيتان في الماء, وفضل العالم علي العابد كفضل القمر علي سائر الكواكب, وإن العلماء ورثة الأنبياءلم يورثوا دينارا ولادرهما وإنما ورّثوا العلم, فمن أخذه أخذ بحظّ وافر. (رواه أبو داود والترمذي)    
            Dari abu Darda RA, dia berkata, “saya mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘ barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju syurga. Sesungguhnya malaikat itu membentangkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena puas dengan apa yang diperbuatnya. Bahwasannya penghuni langit dan bumi sampai ikan paus di lautan memintakan ampun kepada orang yang alim. Keutamaan orang alim dari abid (orang yang ahli ibadah, tapi tidak alim) bagaikan keutamaan bulan purnama atas bintang-bintang yang lain. Sesungguhnya ulama adalah para pewaris nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, akan tetapi para nabi telah mewariskan ilmu pengetahuan. Maka barang siapa mengambil (menuntut) ilmu, ia telah mengambil bagian yang sempurna.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). [3]  





B. Hadist-hadist Tentang Kewajiban Megajarkan Ilmu
          وقال مالك بن حويرث: قال لنا النبي صلّي الله عليه وسلّم : إرجعوا إلي أهليكم فعلّموهم.
            Malik bin Al-Huwairist men[4]gatakan bahwa, Nabi saw bersabda kepada kami, “kembalilah kepada kaum kalian dan ajarilah mereka.”
          وعن عبدالله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما, أنّ النبي صلّي الله عليه وسلّم قال: بلّغوا عنّي ولو آية, وحدّثوا عن بني إسرائيل ولاحرج, ومن كذب عليّ متعمّدا فليتبوّأ مقعده من النار. (رواه البخاري)
            Dari Abdullah bin Amru bin Ash RA, bahwasannya Nabi saw bersabda, “sampaikanlah sesuatu dariku meskipun hanya satu ayat, dan boleh saja kalian menceritakan tentang bani Israil (untuk diambil pelajaran). Barang siapa mendustakan kepadaku (mengatasnamakan suatu pembicaraan kepada Nabi, padahal beliau tidak mengatakannya) dengan sengaja, maka sebaiknya ia bersiap-siap untuk menempati tempat duduknya di neraka.” (HR, Bukhori)[5]
          وعن ابن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلّي الله عليه وسلّم : لاحسد إلاّ في اثنتين: رجل آتاه الله مالا, فسلّطه علي هلكته في الحقّ, ورجل آته الله الحكمة فهو يقضي بها ويعلّمها. (متّفق عليه)
            Dari ibnu Mas’ud RA, dia berkata, “Rasulullah saw bersabda, ‘seseorang tidak diperbolehkan hasud (iri hati) kecuali pada dua perkara; seseorang yang dianugrahi harta oleh Allah swt, kemudian ia menggunakannya dalam kebaikan, dan seseorang yang dianugrahi hikmah (ilmu pengetahuan) oleh Allah swt kemudian dia memanfaatkan ilmunya dan mengajarkannya.” (HR. Bukhori dan Muslim)[6]

C. Penjelasan Tentang Hadist kewajiban Menuntut Ilmu
قال رسول الله صلّي الله عليه وسلّم: طلب العلم فريضة علي كلّ مسلم ومسلمة , اعلم بأنّه لايفترض علي كلّ مسلم ومسلمة طلب كلّ علم بل يفترض عليه طلب علم الحال كمايقال أفضل العلم علم الحال وأفضل العمل حفظ الحال.
            Rasulullah SAW bersabda, “ Mununtut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim dan muslimah. (misalnya mempelajari ilmu tentang keesaan Allah swt beserta sifat-sifatNya, ilmu tentang shalat, thaharah : yakni ilmu ibadah) ketahuilah sesungguhnya orang Islam tidak wajib mengetahui ilmu secara wajib ain. Akan tetapi yang diwajibkan bagi orang Islam adalah mencari ilmu yang berhubungan dengan keperluan dalam kehidupan (misalnya: iman, shalat, zakat, dll). Sebagaimana telah dikatakan oleh sebagian ulama: “seutama-utama ilmu adalah ilmu keadaan dan seutama-utama amal adalah menjaga daripada keadaan, jangan sampai tersia-siakan, apalagi sampai rusak.”
            Hadist ini menginformasikan tentang kewajiban menuntut ilmu bagi wanita muslimah, sebagaimana kewajiban bagi kaum laki-laki, dengan tetap memperhatikan disiplin ilmu apa saja yang khusus bagi mereka.
            Ibnu Al-faraj al-jauji berkata, “perempuan adalah pribadi yang mukallaf (dibebani kewajibannya), yang setara dengan laki-laki. Ia harus mempelajari hal-hal yang diwajibkan atas dirinya, agar ia bisa melaksanakannya dengan penuh keyakinan. Jika ia tidak memiliki ayah, saudara, suami, atau mahrom yang mengajarinya tentang kewajiban - kewajiban agama dan cara menunaikan kewajiban, maka ia cukup mengetahui sebagiannya saja (jika ia mampu). Bila tidak maka ia harus belajar dari syeikh-syeihk yang masih bergigi lengkap, tanpa harus berkholwat denganya ( mengunjunginya sesusai kebutuhan). Jika ada sesuatu yang terjadi, yang menyangkut agamanya, maka ia mesti bertanya dan tindak usah malu-malu, sebab Allah tidak malu pada kebanaran.
            Sementara Ibn hazm berpendapat : kaum perempuan harus mengembara untuk memperdalam agama sebagai mana kewajiban yang sama bagi kaum laki-laki. Semua perempuan harus mengetahui hukum-hukum bersuci, shalat, puasa, hal yang halal dan yang haram dari jenis makanan, minuman serta pakaian. Mereka berkewajiban mengerti ucapan-ucapn dan amalan-amalan, baik dengan mempelajarinya sendiri maupun dengan menemui guru yang bisa mengajarinya. Dalam hal ini seorang pemimpin berkewajiban membimbing umatnya.
            Dalam hadist ini juga menjelaskan bahwa ilmu yang utama yang wajib dipelajari adalah ilmu-ilmu yang berkenaan dengan ibadah, seperti       ilmu tentang keesaan Allah swt beserta sifat-sifatNya, ilmu tentang shalat, thaharah, zakat,ilmu fiqh, ilmu ushul fiqh, dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ajaran syariat Islam.
            Dalam hadist lain juga dikatakan tentang keutamaan orang yang menuntut ilmu, demikian hadistnya berbunyi;
وعن أبي هريرة رضي الله عنه, أنّ رسوالله صلّي الله عليه وسلّم قال: ومن سلك طريقا يلتمس فيه علما, سهّل الله له طريقا إلي الجمّنة. (رواه مسلم)
            Dari abu Hurairata RA, bahwasannya Rasulullah saw bersabda, “barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah memudahkan baginya jalan munuju ke surga.”
            Dari hadist ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa Allah akan memudahkan jalan menuju surga bagi orang-orang yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu. Demikianlah betapa mulianya orang-orang yang menunutut ilmu disisi Allah, sehingga jalan menuju surga pun dimudahkan baginya, namun perlu digarisbawahi bahwa ilmu yang dituntut disini adalah ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi penunutut dan bagi orang lain terutama ilmu yang berkaitan dengan ibadah dan agama.
         

 Dan keutamaan lainya adalah bahwasannya malaikat membentangkan sayapnya karena puas dengannya, dan seluruh isi langit dan bumi sampai ikan paus di lautan memintakan ampun bagi orang-orang yang berilmu, dan perumpamaan orang yang berilmu dengan orang abid bagaikan bulan purnama dengan bintang-bintang, dan Allah mengangkat derajat orang-orang yang berilmu beberapa derajat. Sebagaimana fimanNya;
          يرفع الله الذين آمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات.
Artinya: Allah mengangkat derajat orang-orang yang menuntut ilmu diantara kamu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat. (Al-mujaadalah: 58) [7]
            Dan di ayat lain Allah berfirman;
          قل هل يستوي الذين يعلمون والذين لايعلمون.
Artinya: katakanlah, tidaklah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui.  

D. Penjelasan Tentang Kewajiban Mengajarkan Ilmu
            وقال مالك بن حويرث: قال لنا النبي صلّي الله عليه وسلّم : إرجعوا إلي أهليكم فعلّموهم.
            Malik bin Al-Huwairist mengatakan bahwa, Nabi saw bersabda kepada kami, “kembalilah kepada kaum kalian dan ajarilah mereka.”
            Dari hadist diatas dapat disimpulkan bahwa setelah kita menimba ilmu hendaknya lah kita mengajarkannya kepada keluarga kita terlebih dahulu barulah orang lain. Sehingga ilmu yang telah kita dapatkan bermanfaat bagi orang lain sebagaimana pepatah arab mengatakan;
          العلم بلا عمل كشجر بلا ثمر
            Artinya: ilmu tanpa tanpa adanya pengamalan bagaikan sebuah pohon yang tidak berbuah.
            Selanjutnya kita juga diperintahkan untuk menyampaikan ilmu walaupun ilmu yang kita miliki adalah sedikit, sebagaimana sabdanya yang berbunyi;
            وعن عبدالله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما, أنّ النبي صلّي الله عليه وسلّم قال: بلّغوا عنّي ولو آية.
            Dari Abdullah bin Amru bin Ash RA, bahwasannya Nabi saw bersabda, “sampaikanlah sesuatu dariku meskipun hanya satu ayat.























BAB II
PENUTUP


A. Kesimpulan
            Dari penjelasan diatas maka dapat kita simpulkan bahwasannya kita sebagai muslim baik laki-laki maupun perempuan, baik muda maupun tua, kaya miskin, cantik ganteng, wajib unuk menuntut ilmu walaupun sampai dimana dan kapanpun kita berada, sebagaimana sabdanya di bawah ini;
          أطلب العلم من المهدي إلي اللحد
          Tuntutlah ilmu dari buaian sampai lihang lahat
           
          أطلب العلم ولو بالصين
            Tuntutlah ilmu walaupun ke negeri cina
            Dan setelah kita mendapatkan ilmu hendaklah kita mengamalkannya kepada orang lain walaupun hanya satu ayat.

B. Saran
            Diharapkan bagi pembaca dapat mengerti tentang pentingnya ilmu sehingga kita tergugah untuk mencari ilmu dan mengamalkannya.  









DAFTAR PUSTAKA



Al-Qur’an

A. Hasan, Tarjamah Bulughul Maram, Diponegoro, Bandung, 1968

Badawi Mahmud Asy-Syaikh, Riyadhus Shalihat, Pustaka Azam, Jakarta, 1995

Ibnu Hamzah Al-husaini Al-hanafi Ad- damsyiqi, Asbabul wurud “latar belakang historis timbulnya hadist-hadist Rasul”, Kalam Mulia, Jakarta, 2005

Imam Nawawi, Shahih Riyadhush Shalihin, Pustaka Azam,Jakarta, 2007

Muhammad Nashirudin Al-albani, Ringkasan Shahih Bukhori, Pustaka Azam, 2007















 

KATA PENGANTAR


Bismillahirrahmanirrahim     
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya kepada kita semua sehingga dalam kesempatan ini penulis telah dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah HADIST TARBAWI  dengan judul HADIST TENTANG KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU DAN MENGAJARKANNYA. Shalawat beriring salam semoga tetap tercurahkan  kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW. Semoga di hari kemudian kelak kita mendapatkan syafaatnya. Amin...
Terima kasih penulis ucapkan kepada  Dosen Pembimbing yang telah bersedia memberikan arahan dan pandangan, sehingga penulis lebih terarah dalam pembuatan makalah ini.
            Semoga tulisan yang singkat dan sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri. Penulis  menyadari bahwa makalah yang telah di buat ini masih jauh dari kesempurnaan,  oleh karena itu penulis berharap kepada para pembaca untuk tidak segan-segan menyampaikan kritik maupun masukan demi kesempurnaan makalah ini.
 










                                                                                           Pekanbaru, Oktober 2009



         Penulis


i
 
 

DAFTAR ISI




KATA PENGANTAR…………………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………….………………. ii
BAB I PENDAHULUAN
    1. Latar Belakang…………………………………………………….1
    2. Tujuan……………………………………………………………..1

BAB II ISI
A.    Hadist-hadist Tentang Kewajiban Menuntut Ilmu ...…………….. 2
B.     Hadist-hadist Tentang Kewajiban Megajarkan Ilmu .…………… 4
C.     penjelasan tentang Hadist kewajiban menuntut Ilmu ………....…. 5
D.    Penjelasan Tentang Kewajiban Mengajarkan Ilmu………………. 7
 
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan……………………………………………………........ 9
B.      Saran ……………………………………………………………… 9
 
DAFTAR PUSTAKA









ii
 
 

Tugas Kelompok                                                                   Dosen Pembimbing
   Hadist Tarbawi                                                                   Nandang Syarif, S.Pdi

HADIST TENTANG
KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU DAN MENGAJARKANNYA


 







Disusun Oleh:
Ahmad Rijal
Aidillah Suja
 Chajar Ariffah
 Misranto

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2009


[1] Badawi mahmud asy-syaikh, rhiyadhush shalihat, Pustaka Azam, Jakarta, hal 52
[2] Imam nawawi, Riyadhush shalihin, Al-maktab Al-islami, Jakarta, hal 319
[3] Ibid hal 321
[4] Ibid hal 318
[5] Ibid hal 319
[6] Ibid hal 318
[7] Al-Qur’an

EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB


BAB I
PENDAHULUAN

Dalam evaluasi ada dua teknik yang sangat mendasar yang dijadikan sebagai acuan dalam sebuah evaluasi hasil belajar. Kedua teknik tersebut ialah teknik tes dan teknik nontes.
Teknik tes dalam evaluasi dapat berupa ujian lisan, tes tindakan dan ujian secara tertulis. Sementara teknik nontes dapat berupa observasi, wawanvara, angket, dan analisis dokumen.
Salah satu dari teknik nontes tadi ialah observasi. Disini pemakalah mencoba menguraikan seberapa jauh observasi dapat dijadikan sebagai alat evaluasi, serta segala hal-hal yang terkait dengan observasi.











BAB II
ISI

A.  Pengertian Observasi
Secara umum, pengertian observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan.[1]
Dalam sumber lain dikatakan bahwa observasi ialah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Cara atau metode tersebut pada umumnya ditandai oleh pengamatan tentang apa yang benar-benar dilakukan oleh individu, dan membuat pencatatan-pencatatan secara objektif mengenai apa yang diamati. Cara dan metode tersebut dapat juga dilakukan dengan menggunakan teknik dan alat-alat khusus seperti blangko-blangko, cheklist, atau daftar isian yang telah dipersiapkan sebelumnya.[2] Dengan demikian, secara garis besar teknik observasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1.      Observasi yang direncanakan, terkontrol.
2.      Observasi informal atau tidak direncanakan lebih dahulu.
Pada observasi yang direncanakan, biasanya pengamat menggunakan blangko-blangko daftar isian yang tersusun, dan di dalamnya telah tercantum aspek-aspek ataupun gejala-gejala apa saja yang perlu diperhatikan pada waktu pengamatan itu dilakukan.

Adapun pada observasi informal, pada umumnya pengamat belum atau tidak mengetahui sebelumnya apa yang sebenarnya harus dicatat dalam pengamatan itu. Aspek-aspek atau peristiwanya tidak terduga sebelumnya. Misalnya pengamatan yang dilakukan guru terhadap murid-murid di dalam kelas ketika mereka sedang mengerjakan suatu mata pelajaran tertentu atau ketika murid-murid sedang bermain pada jam istirahat.
B.  Kedudukan Observasi Di Dalam Evaluasi
Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar; misalnya tingkah laku peserta didik pada waktu guru pendidikan agama menyampaikan pelajaran di kelas.[3]
Observasi merupakan metode langsung terhadap tingkah laku di dalam situasi sosial; dengan demikian merupakan bantuan yang vital sebagai suatu alat evaluasi.
Melalui observasi, deskripsi objektif dari individu-individu dalam hubungannya yang aktual satu sama lain dan hubungan mereka dengan lingkungannya dapat diperoleh. Dengan mencatat tingkah laku dan ekspresi mereka yang timbul secara wajar, tanpa dibuat-buat, teknik observasi menjamin proses pengukuran (evaluasi) itu tanpa merusak atau mengganggu kegiatan-kegiatan normal dari kelompok atau individu yang diamati. Data yang dikumpulkan melalui obsevasi mudah diterima dan dapat diolah dengan teknik statistik konvensional.[4]

Jenis-jenis situasi sosial yang dapat diselidiki dengan observasi sangat luas, mencakup bermacam penelitian mengenai tingkah laku fisik, sosial, dan emosional, dari mulai TK, SD, SM, sampai kepada pengamatan terhadap tingkah laku orang dewasa.
Dalam rangka evaluasi hasil belajar, observasi digunakan sebagai teknik evaluasi untuk menilai kegiatan-kegiatan belajar bersifat keterampilan atau skill. Misalnya untuk mengadakan penilaian terhadap murid-murid: bagaimana caramengelas, membubut, menjahit pakaian, mengetik, dan lain sebagainya. Dalam observasi ini guru menggunakan blangko daftar isian yang di dalamnya telah tercantum aspek-aspek kegiatan dari keterampilan itu yang harus dinilai, dan kolom-kolom tempat membubuhkan chek atau skor menurut standar yang telah ditentukan.[5]
C.  Situasi Di Dalam Observasi
Yersild dan Meigs membagi situasi-situasi yang dapat diselidiki melalaui observasi langsung itu menjadi tiga macam, yaitu:[6]
1.      Situasi bebas,
2.      Situasi yang dibuat, dan
3.      Situasi campuran
Pada situasi bebas, klien yang diamati dalam keadaan bebas, tidak tertanggu, dan tidak mengetahui bahwa Ia atau Mereka sedang diamati. Dengan observasi terhadap situasi bebas, pengamat dapat memperolah data yang sewajarnya atau tingkah laku seseorang atau kelompok yang tidak dibuat-buat.
Pada situasi yang dibuat, pengamat telah sengaja membuat atau menambahkan kondisi-kondisi atau situsi-situasi tertentu, kemudian mengamati bagaimana reaksi-reaksi yang timbul dengan adanya kondisi atau situasi yang sengaja dibuat itu. Misalnya dengan memberikan sesuatu yang dapat menimbulkan frustasi. Observasi yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan belajar yang bersifat keterampilan termasuk ke dalam jenis situasi yang dibuat.
Situasi campuran adalah situasi dalam observasi yang merupakan gabungan dari kedua macam situasi tersebut di atas.
Tujuan-tujuan evaluasi dalam rangka pendidikan pada umumnya untuk menilai pertumbuhan dan kemajuan murid dalam belajar, bagaimana perkembangan tingkah laku dan penyesuaian sosialnya, minat dan bakatnya, dan seterusnya.
D.  Validitas Observasi
Di dalam evaluasi validitas merupakan salah satu syarat yang terpenting bagi suatu alat evaluasi. Suatu teknik evaluasi dikatakan mempunyai validitas yang tinggi disebut (valid) jika ia dapat mengukur apa yang sebenarnya harus diukur. Disamping itu, kita harus mengetahui pula bahwa tingkat validitas suatu alat atau teknik evaluasi sangat bergantung pada tujuan yang akan diukur atau dinilai. Suatu teknik evaluasi dapat mempunyai validitas yang berbeda-beda jika dipergunakan untuk mengukur tujuan kegiatan belajar yang berlainan.[7]
Validitas suatu teknik observasi sangat bergantung pada kecakapan, pengertian, dan sifat-sifat pengamat itu sendiri.
Maka untuk menjaga tetap adanya validitas observasi yang dilakukan, guru hendaknya memperhatikan ketentuan-ketentuan berikut:
1.      Pencatatan di dalam observasi harus dilakukan segera dan secepat mungkin, jangan dibiarkan peristiwanya terlalu lama sehingga, dengan demikian, bagian-bagian yang penting tidak terlupakan dan pencatatan dapat lebih objektif.
2.      Observer atau pengamat harus selalu sadar akan adanya bahaya dari misinterprestasi yang timbul karena kekacauan atau kurang pahamnya membedakan mana yang berupa gejala dan mana yang berupa sebab-sebab.
3.      Generelasi dari observasi baru dapat diterima atau dilakukan  berdasarkan penelitian yang sangat berhati-hati, dan didasarkan atas sampel yang luas. Jika tidak demikian, generalisasi dapat merupakan suatu kesimpulan yang keliru dan tidak benar.
4.      Last but not least, signifikansi hasil observasi sangat bergantung pada kecakapan, pemahaman, dan sifat-sifat pengamat itu sendiri.
E.  Interprestasi Data Observasi 
Pada penilaian yang dilakukan dengan teknik observasi, waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan data dapat lebih singkat dari pada waktu yang diperlukan untuk menganalisis atau mengolah data. Hal ini bergantung pada tujuan dan teknik observasi yang dipergunakan.[8]
Menganalisis data observasi dapat memerlukan waktu yang tidak lama jika observasi yang dilakukan bertujuan untuk membandingkan frekuensi-frekuensi kegiatan tertentu. Misalnya observasi yang dilakukan oleh guru dalam rangka evaluasi kegiatan-kegiatan praktek atau keterampilan murid-murid dalam mengerjakan pelajaran mengelas atau mengesol sepatu. Dalam hal ini guru menggunakan daftar isian atau rating scale, yang di dalamnya telah tercantum jenis-jenis aspek kegiatan yang harus dinilai.


Akan tetapi, untuk observasi yang bertujuan untuk mengetahui lebih mendalam tentang proses tingkah laku murid yang fundamental, seperti yang biasa dilakukan oleh konselor sekolah dalam rangka bimbingan dan penyuluhan, waktu yang diperlukan untuk mengolah atau menganalisis data pada umumnya lebih lama. Dalam hal terakhir ini pengolahan data harus didasarkan atas hasil-hasil observasi yang cukup banyak dan dilakukan berkali-kali. Mungkin pengamat masih memerlukan pula data yang diperoleh orang lain, dan di dalam penginterprestasiannya mungkin diperlukan pula pendapat atau teori-teri lain yang telah dikembangkan oleh para ahli dalam bidang ini.
F.   Kelebihan dan Kelemahan Data Observasi
Beberapa kelebihan dari data observasi dalam bidang evaluasi tertentu antara lain sebagai berikut:
1.      Data observasi itu diperoleh langsung dilapangan, yakni dengan jalan melihat dan mengamati kegiatan atau ekspresi peserta didik di dalam melakukan sesuatu, sehingga dengan demikian data etrsebut dapat lebih bersifat objektif dalam melukiskan aspek-aspek kepribadian peserta didik menurut keadaan yang senyatanya.
2.      Data hasil observasi dapat mencakup berbagai aspek kepribadian masing-masing individu peserta didik; dengan demikian maka di dalam pengolahannya tidak berat sebelah atau hanya menekankan pada salah satu segi saja dari kecakapan atau prestasi belajar mereka.
Adapun kelemahan dari observasi adalah sebagai berikut:
1.      Observasi sebagai salah satu alat evaluasi hasil belajar tidak selalu dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh para pengajar. Guru yang tidak atau kurang memiliki kecakapan atau keterampilan dalam melakukan observasi, maka hasil observasinya menjadi kurang dapat diyakini kebenarannya. Untuk menghasilkan data observasi yang baik, seorang guru harus mampu membedakan antara; apa yang tersurat, dengan apa yang tersirat.
2.      Kepribadian dari observer atau evaluator juga acapkali mewarnai atau menyelinap masuk ke dalam penilaian yang dilakukan dengan cara observasi. Prasangka-prasangka yang mungkin melekat pada diri observer dapat mengakibatkan sulit dipisahkannya secara tegas mengenai tingkah laku peserta didik yang diamatinya.
3.      Data yang diperoleh dari kegiatan observasi umumnya baru dapat mengungkap “Kulit luar”nya saja. Adapun apa-apa yang sesungguhnya terjadi di balik hasil pengamatan itu belum dapat diungkap secara tuntas hanya dengan melakukan observasi saja. Kerena itu observasi harus didukung dengan cara-cara lainnya, misalnya dengan melakukan wawancara.











BAB III
PENUTUP

            Observasi merupakan salah satu alat atau teknik penilaian di damping alat-alat atau teknik-teknik yang lain.
            Pada umumnya, untuk menilai hasil belajar siswa di sekolah, guru mempergunakan bermacam-macam bentuk achievement test, seperti oral test, esay test, dan objektive test atau short-answer test. Namun, untuk menilai proses dan hasil belajar yang bersifat keterampilan, kita tidak dapat menggunakan tes tertulis ataupun lisan (tidak sesuai), tetapi harus dengan performance test yang berupa praktek. Untuk keperluan itu, observasi memegang peranan penting sebagai alat evaluasinya. 











DAFTAR PUSTAKA


Anas Sudjono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta; PT Rajagrafindo Persada. 2007
M. Ngalim Purwanto, Prinsip-perinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung; Remaja Karya. I998

Suryatna Rafi’i, Teknik Evaluasi, Bandung; Angkasa. 1985












Tugas Mandiri
Evaluasi Pembelajaran Bahasa Arab
OBSERVASI SEBAGAI ALAT EVALUASI
Dosen Pengampu
Fatimah Depi Susanty, MA

Oleh:
Aidillah Suja
Nim: 10812002426
 PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2010


[1] Anas Sudjono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta; PT Rajagrafindo Persada. 2007. Hal 76
[2] M. Ngalim Purwanto, Prinsip-perinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung; Remaja Karya. I998. Hal 149
[3] Ibid. Hal 150
[4] Ibid
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Ibid. Hal 152
[8] Ibid. Hal 153